top of page
Gambar penulisscbzine

Pahlawan Hidup



Siang hari terasa begitu panas meski kemarin turun hujan. Rasa malas tumbuh

semakin besar, membuat Lukas tidak bisa turun dari ranjang sahabatnya. “Hei Lukas, ayo

selesaikan tugasmu. Saya ada bimbel sore ini. Kita tidak bisa bermain-main lagi.” Sang tuan

rumah memanggil sambil mengetikkan beberapa materi yang hendak dipresentasikan esok.


“Bagianmu sudah selesai?” Masih dengan keengganan yang begitu tinggi, Lukas

merayap menuju lantai, lantas memosisikan diri di sebelah Michael. “Jadi, apa yang harus

kulakukan?” Ia bertanya sembari mengarahkan kursor ke arah slide presentasi yang masih

kosong.


“Cukup tambahkan informasi tentang kekalahan Diponegoro. Nanti saya yang akan

susun presentasinya.” Michael membetulkan letak kacamatanya yang agak melorot. Matanya

tidak berpaling dari monitor, seolah tugas tersebut akan selesai jika dipelototi terus-terusan.


“Lucu sekali rasanya. Membuat presentasi tentang pahlawan di hari pahlawan.” Lukas

tertawa garing sembari membuka peramban.


Michael tidak menanggapi. Ia sudah sibuk tenggelam dalam materi presentasinya,

memahami rentetan kejadian dan strategi yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro dalam

menghadapi Belanda.


“Selesai!” Setengah jam berkutat dengan informasi yang begitu banyak membuat

Lukas begitu penat. Ia mengecek jam, pukul dua tepat. “Wah, sepertinya aku harus pergi ke

satu tempat. Kebetulan lokasinya tak jauh dari sini.” Lukas merenggangkan badannya yang

terasa sangat kaku. Ia langsung berdiri, mengemasi buku-buku yang berserakan di ranjang

dan lantai.


Aktivitas Michael terhenti ketika melihat sahabatnya tergesa-gesa. Ia menautkan alis

dengan heran, merasa bahwa sikap Lukas sangat aneh hari ini. “Mau ke mana?”


Lukas tersenyum usil, sebuah senyum yang selalu berhasil membuat banyak pihak

merasa kesal. “Mengunjungi pahlawan hidupku!” Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi,

pemuda itu langsung meraih tas selempangnya. “Kalau mau ikut, silakan saja.” Ia

menambahkan sebelum menutup pintu.


Michael tidak biasanya penasaran. Akan tetapi, ia tidak dapat menahan diri untuk

tinggal diam dan membaca buku. Pada akhirnya, pemuda asal Australia itu mengikuti Lukas,

menyusuri gang yang sempit, bahkan sampai melewati ladang yang begitu sunyi.


“Kau pasti tidak pernah bertemu dengannya.” Lukas mengukir wajah yang begitu

mencurigakan di wajahnya. “Kalian tidak pernah bertemu selama ini.”


Dahi Michael semakin berkerut. Ia sudah bersahabat dengan Lukas sejak TK. Siapa

yang tidak dikenal oleh seorang Michael Riverstone. Nyaris tidak ada. Ia bahkan tahu

perempuan yang pernah menjadi kekasih Lukas.


“Kita sampai.” Lukas terdiam beberapa saat, membiarkan Michael berpikir tentang

apa yang akan ia katakan.


Akan tetapi, mulut Michael terkunci rapat. Semua kata-kata yang bermain di otaknya

langsung menghilang ketika melihat pusara itu. Ia berjongkok, membaca baik-baik nama

yang terukir dengan tegas di makam tersebut. Tabitha Kurniawan.


“Dia kakak perempuanku. Satu tahun lebih muda dari Kak Gisella.” Lukas mengusap

pelan makam itu, menghapus segala jejak kerinduan yang masih mengakar di dalam hatinya.


Alis Michael terangkat sebelah. “Saya tidak pernah bertemu dengannya....” Ia melirih,

merasakan emosi penuh sesak yang menguasai atmosfer siang itu.


“Tentu saja tidak pernah. Ia meninggal ketika aku berusia dua tahun.” Lukas terdiam

sejenak, tak mampu melanjutkan perkataannya. Wajah pemuda itu melunak, tetapi ia sebisa

mungkin menahan semua kepiluan yang menyerang dari segala arah. “D-Dia meninggal

karena aku, demi menyelamatkanku.”


Michael masih tidak mengerti. Namun, ia tidak menyela sedikit pun. Tangan kanan

pemuda itu bergerak, menepuk bahu Lukas, berusaha menenangkannya.


“Aku terlahir dengan mata yang begitu buruk. Mataku tidak peka dengan cahaya,

nyaris tidak bisa melihat. Kata dokter, kornea mataku mengalami kerusakan. Dan satu-

satunya kornea yang cocok untukku adalah kornea mata Kak Tabitha.” Lukas memandang

Michael, sangat yakin bahwa sahabatnya itu sudah bisa menerka kelanjutan cerita yang

hendak ia sampaikan.


“Kak Tabitha kemudian memaksa agar dokter melakukan transplantasi kornea. Ia

bersedia menukar penglihatannya denganku. Ayah dan Ibu berdebat panjang soal hal itu,

bahkan sampai bertengkar. Pada akhirnya, mereka menyetujuinya. Bagi mereka, anak laki-

laki harus lebih diutamakan ketimbang anak perempuan.” Lukas tertawa sarkas. “Kakakku

meninggal tak lama setelah operasi itu. Aku pun tak pernah benar-benar menemuinya. Aku

bahkan tak pernah melihat wajahnya, selain dari foto-foto yang pernah diabadikan.”


Lukas tidak bisa melanjutkan lagi. Matanya sudah tak kuasa membendung jejak

kepedihan yang begitu besar. Ia menangis, seperti anak kecil yang baru saja menjatuhkan es

krimnya. “K-Kalau bukan karenaku.... Ia pasti masih hidup....”


Michael hanya bisa mengelus punggung sahabatnya berulang-ulang, menyalurkan

rasa tenang perlahan-lahan. “Tidak usah merasa bersalah. Menangis dan menyesal tidak akan

mengembalikan kakakmu. Saya tahu ini pasti berat bagimu, tetapi tetaplah hidup. Jalani

hidupmu dengan baik. Jangan biarkan pengorbanan kakakmu sia-sia. Dia adalah pahlawan

yang benar-benar luar biasa.”


Lukas mengangguk. “Dia pahlawan hidupku. Tanpa dirinya, aku mungkin tak bisa

melihat apa pun saat ini. Mungkin saja aku tidak bisa seperti sekarang ini.”


Michael melihat nama yang terukir di atas makam itu sekali lagi. Tabitha Kurniawan,

sosok yang tidak akan pernah ia temui di muka bumi ini, tetapi ia tahu bahwa perempuan itu

adalah seorang yang begitu tulus mencintai adiknya.


“Sepertinya makam ini sedikit kotor, biar saya bantu bersihkan.”


Dari kejadian hari itu, Michael menyadari satu hal. Pahlawan bukan hanya orang yang

memperjuangkan kemerdekaan bangsa selama ini. Pahlawan bisa jadi orang terdekatmu,

mungkin keluargamu, temanmu, atau bahkan gurumu. Mereka tidak harus memiliki

perjuangan yang begitu rumit, mereka mungkin tidak ikut memperjuangkan kemerdekaan

Indonesia, tetapi mereka adalah sosok yang telah menyelamatkanmu.


Sebelum hari ini berakhir, pastikan kau sudah mengucapkan terima kasih kepada

mereka, untuk segala bentuk pengorbanan yang telah mereka berikan kepadamu.

26 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page